Halaman parkir Rumah Makan Harmoni Sumberanyar Banyuputih, kemarin Sabtu (01/05/2010) tampak sesak dengan deretan sepeda motor para petani dari kelompok tani Desa Sumberanyar dan Sumberwaru. Berkumpulnya komunitas petani tersebut bukanlah pertemuan paguyuban kelompok tani, melainkan mereka hadir dalam acara promosi poduk benih jagung hibrida DK979 milik Monsanto.Pertemuan yang dihadiri oleh sekitar 100 petani dan berlangsung dari pukul 19.00 sampai 21.00 WIB tersebut berlangsung cukup meriah, karena selain dihadiri oleh para petani, acara tersbut juga dihadiri oleh PPL Sumberanyar dan petugas penyuluh pertanian BPP Sumberejo.
Dalam acara yang berlangsung sekitar 2,5 jam tersebut, Presenter dari PT Monsanto lebih banyak banyak mengulas tentang keunggulan produk bibit jagung DK979 dengan argumentasi empiris yang sudah dilakukan bersama masyarakat petani di beberapa tempat di Kabupaten Situbondo. Hanya saja ulasan yang cukup panjang tersebut masih belum memberikan kepuasan bagi peserta yang hadir. Hal itu disebabkan karena Monsanto selama ini khususnya di desa Sumberanyar dan Sumberwaru belum memberikan contoh penanaman DK979 yang lebih konkret dari awal penanaman sampai pada perawatan tanaman. Sehingga para petani lebih bayak menilai bahwa Monsanto belum bisa memberikan kontribusi riil dalam pengolahan pertanian jagung, karena sampai saat ini yang disajikan kepada para petani hanya sebagatas teori yang tidak dimbangi dengan praktek lapangan yang lebih nyata.
Karena tanggapan dari presenter belum cukup memberikan kepuasan dari pertanyaan yang diajukan para petani, sehingga petugas BPP Sumberejopun terpaksa meminta waktu untuk mempertajam pertanyaan para petani sekaligus meminta kepada presenter untuk menjelaskannya lebih komprehensif lagi, bukan hanya sekedar berbrntuk simbol-simbol abstrak yang sulit diterjemahkan oleh para petani yang mayoritas masih tergolong sangat awam. Dari itu semua, kemudian pihak Monsanto siap memberikan pelayanan berupa pemberian contoh pola penanaman dan perawatan tanaman jagung bersama petani dengan areal pemcotohan di milik salah seorang petani Desa Sumberwaru.
Memang bila dilihat dari jalannya acara, kegiatan tersebut sangat kurang efektif. Hal itu disebabkan karena beberapa hal yang diantaranya berupa pengemasan acara yang kurang menarik karena terkesan monoton. Lebih jauh lagi acara tersebut tidak terlihat hidup karena tidak adanya interaksi yang kondusf sebab bahasa yang digunakan presenter dalam pemaparan materi adalah bahasa Indonesia dan lebih banyak menggunakan bahasa populer, dan tentunya hal tersebut akan menyebakan hilangnya komukasi dua arah antara prsenter dan peserta, karena sebagian besar peserta adalah petani yang kurang mengusasi bahasa Indonesia.
Tentunya ini harus jadikan referensi bagi kita bahwa, penyampaian pesan haruslah dilakukan dengan satu pendekatan yang memungkinkan bisa lebih diterima oleh mayoritas warga masyarakat yang tentunya pula dengan bahasa yang sangat sederhana dan mudah dimengerti.